Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Teladan Salman Al-Farisi Dalam Menjemput Hidayah

SALMAN AL - FARISI

Ocehan Sejarah - Artikel ini bercerita tentang kisah Salman Al-Farisi, seorang sahabat asal Persia yang dikalangan sahabat lebih dikenal sebagai Abu Abdullah. Salman Al-Farisi adalah seorang bangsawan dinegeri persia yang mulanya seorang penganut agama Majusi yakni agama mayoritas penduduk negeri di daratan syam itu.

Seperti kesaksian dari Abdullah bin Abbas Radiallahuanhu :
“Salman al-Farisi menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Dia berkata, ‘Aku seorang lelaki Persia dari Isfahan, warga suatu desa bernama Jai. Ayahku adalah seorang tokoh masyarakat yang mengerti pertanian. Aku sendiri yang paling disayangi ayahku dari semua makhluk Allah. Karena sangat sayangnya aku tidak diperbolehkan keluar rumahnya, aku diminta senantiasa berada di samping perapian, aku seperti seorang budak saja."
Ketika Salman Al-Farisi masih beragama Majusi, ia tidak merasa memiliki ketenangan jiwa dan menganggap bahwa agama yang dianutnya tak mampu memenuhi kebutuhan jiwanya. Tiba suatu masa ia pun melakukan perjalanan spiritual demi memperoleh obat hati untuk jiwanya, dalam artian Salman Al-Farisi mencari agama baru yang dapat menenangkan jiwanya.

Salman Al-Farisi kemudian mencari jalan kebenaran dengan berikhtiar melawan gejolak batin yang dialami. Perjalanan panjang Salman Al-Farisi dalam menjemput hidayah akhirnya terhenti di Jazirah Arab. Di tanah Arab ia menemukan agama impiannya, agama yang sanggup menentramkan hatinya. Yah, itulah Islam agama yang disampaikan oleh seorang nabi akhir zaman Muhammad SAW.

Perjalan panjang Salman Al-Farisi kala itu di mulai pada suatu hari ketika Salman disuruh oleh ayahnya untuk mengurus kebun dan menyelesaikan beberapa tugas. Di tengah perjalanan, Salman melewati sebuah gereja. Dia mendengarkan suara-suara merdu dari dalam gereja. Dia pun masuk dan menyaksikan apa yang dilakukan oleh Kaum Nasrani. Salman kagum melihat peribadatan umat Nasrani dan ingin memeluk agama tersebut. Karena keingin tahuannya tentang agama Nasrani, Salman pun tidak jadi melaksanakan tugas yang diberikan ayahnya.

Salman baru pulang ketika matahari terbenam, bersamaan dengan itu ternyata ayahnya sudah mengutus seseorang untuk mencarinya. Sesampainya ia di rumah bertemu dengan ayahnya, ia ditanya, "Bukankah aku telah berpesan kepadamu untuk mengerjakan apa yang aku perintahkan ?" Salman AL-Farisi kemudian menjawab, "Ayah, aku lewat pada suatu kaum yang sedang sembahyang di dalam gereja, ketika aku melihat ajaran agama mereka aku kagum. Demi Allah, aku tidak beranjak dari tempat itu sampai matahari terbenam."

Mendengar jawaban Salman, ayahnya kemudian berkata, "Wahai anakku Salman, tidak ada kebaikan sedikitpun dalam agama itu. Agamamu dan agama ayahmu lebih bagus dari agama itu." Ketika mendengar jawaban ayahnya, Salman langsung membantah perkataan ayahnya dengan mengatakan kembali bahwa agama orang tersebut lebih baik dari agama kita. Alhasil, ayahnya khawatir dengan pemikiran Salman Al-Farisi. Salman pun kemudian dirantai dan dipenjara didalam rumahnya.

Suatu hari ada serombongan orang dari agama Nasrani yang diutus menemui salman. Salman hanya berpesan agar jika ada rombongan dari Syiria terdiri dari pedagang Nasrani agar diberitahukan kepadanya. Salman berniat ikut bersama para pedagang Nasrani tersebut menuju Syiria. 

Singkat cerita, sesampainya di Syiria ia kemudian mencari pemuka agama Nasrani yang kemudian diberitahukan oleh penduduk sekitar bahwa ahli agama di Syiria adalah seorang Uskup (pendeta) yang tinggal di gereja. Salman tinggal bersama pendeta di gereja tersebut. sambil mengatakan bahwa ia mencintai agama Nasrani dan ingin belajar banyak tentang agama Nasrani dari sang pendeta.

Ternyata pendeta itu seorang yang jahat, dia menyuruh dan menganjurkan umat untuk bersedekah, namun setelah sedekah itu terkumpul dan diserahkan kepadanya, ia menyimpan sedekah tersebut untuk dirinya sendiri, tidak diberikan kepada orang-orang miskin, sehingga terkumpullah 7 peti emas dan perak. Salman sangat membenci pendeta tersebut.

Kemudian saat sang pendeta meninggal, Orang-orang Nasrani pun berkumpul untuk mengebumikannya. Ketika itu Salman Al-Farisi menyampaikan apa yang diketahuinya tentang pendeta tersebut dengan berkata, "Sebenarnya, pendeta ini adalah seorang yang berperangai buruk, menyuruh dan menganjurkan kalian untuk bersedekah. Tetapi jika sedekah itu telah terkumpul, dia menyimpannya untuk dirinya sendiri, tidak memberikannya kepada orang-orang miskin barang sedikitpun."

Mendengar perkataan Salman, para penduduk Nasrani tidak percaya dan meminta Salman menunjukkan bukti dari ucapannya itu. Lalu diperlihatkanlah tempat penyimpanan sedekah itu. Kemudian mereka mengeluarkan sebanyak 7 peti yang penuh berisi emas dan perak. Setelah mereka menyaksikan betapa banyaknya simpanan pendeta itu, mereka berkata, "Demi Allah, selamanya kami tidak akan menguburnya." Kemudian mereka menyalib pendeta itu pada tiang dan melempari jasadnya dengan batu.

Setelah itu, para penduduk Nasrani mengangkat orang lain sebagai penggantinya. Salman pun melihat pendeta pengganti tersebut lebih baik dari pendeta sebelumnya. Maka saat itu Salman pun sangat mencintainya dengan cinta yang tidak pernah aku berikan kepada selainnya. Ia tinggal bersama sang pendeta beberapa waktu. Hingga ketika menjelang kematian sang pendeta, Salman berkata kepadanya, "Wahai Fulan, selama ini aku hidup bersamamu, dan aku sangat mencintaimu, belum pernah ada seorangpun yang aku cintai seperti cintaku kepadamu, padahal sebagaimana kamu lihat, telah menghampirimu saat berlakunya taqdir Allah, kepada siapakah aku ini engkau wasiatkan, apa yang engkau perintahkan kepadaku?"

Pendeta itu berkata, "Wahai anakku, demi Allah, sekarang ini aku sudah tidak tahu lagi siapa yang mempunyai keyakinan seperti aku. Orang-orang yang aku kenal telah mati, dan masyarakatpun mengganti ajaran yang benar dan meninggalkannya sebagiannya, kecuali seorang yang tinggal di Mosul (kota di Irak), yakni Fulan, dia memegang keyakinan seperti aku ini, temuilah ia di sana!’

Sesaat ketika wafatnya sang pendeta, Salman segera berangkat ke Maushil dan tinggal bersama orang shalil tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian orang tersebut wafat. Sebelum meninggal, dia berwasiat kepada Salman agar datang kepada orang yang shalil di Negeri Nashibin.

Tanpa membuang waktu, Salman bergegas menuju Nashibin dan bertemu dengan orang shalil tersebut. Salman lalu tinggal bersamanya. Namun dengan takdir Allah SWT, ajal pun menjemput orang ini. Dia pun wafat, setelah sebelumnya memberitahu Salman tentang seorang shalih di daerah Ammuriyah.

Di Ammuriyah, Salman bertemu dan tinggal bersama orang shalil tersebut dalam waktu yang cukup lama. Salman bahkan sempat mencari usaha hingga memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Tatkala ajal tiba, orang shalih tersebut memberitakan bahwa tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang shalih seperti dirinya. Namun, dia memberitahu Salman bahwa waktu itu telah datang masa munculnya Nabi akhir Zaman. Disebutkannya pula ciri-ciri Nabi itu : Nabi itu muncul di Negeri Arab, lalu berhijrah ke daerah yang diapit oleh dua bukit berbatu hitam, di tengahnya terdapat pohon-pohon kurma, Nabi itu mau memakan hadiah tetapi tidak mau memakan sedekah, dan di antara kedua pundaknya ada tanda kenabian.

Setalah orang shalil itu wafat, Salman masih tinggal di Ammuriyah beberapa lama. ketika datang kafilah dagang dari kabila Kalb. Salman meminta mereka membawanya ke tanah Arab dengan bayaran seluruh Sapi dan Kambing yang dia miliki. Mereka pun menyetujuinya dan membawa serta Salman. Namun, setibanya mereka di Wadi Qura, mereka menjual Salman sebagai budak kepada seorang Yahudi. Salman pun tinggal disana beberapa waktu.

Tidak berapa lama, datanglah sepupu Yahudi itu dari Bani Quraizhah Madinah. Dia membeli Salman dan membawanya ke kota Madinah. Sampai di sana, Salman langsung mengenali Madinah sebagaimana kriteria yang disebutkan oleh orang shalil dari Ammuriyah.

Di Madinah, Salman disibukan oleh status sebagai budak. Bersamaan dengan itu, Rasulullah SAW. sudah diutus sebagai Nabi di Mekkah, lalu berhijrah ke Madinah. Ketika menjalani rutinitasnya sebagai budak, suatu ketika tanpa sengaja Salman mendengar kabar kedatangan seorang Nabi dari Mekah ke Madinah dari keponakan majikannya. Salman pun bertanya kepada keponakan majikannya tentang keberadaan Nabi itu. Mendengar Salman bertanya, majikannya pun marah dan memukul salman sambil berkata, "Apa urusanmu dengan orang itu ?" Salman pun menjawabnya dengan berkata, "Tidak apa-apa aku hanya sekedar bertanya".

Setelah kejadian tersebut, diwaktu sore hari Salman mengambil beberapa bekal dan pergi untuk menemui Rasulullah SAW. Ketika Salman bertemu Nabi ia pun berkata, "Aku mendapat kabar bahwa engkau adalah orang yang shalih, engkau memiliki beberapa sahabat yang dianggap asing dan miskin. Aku membawa sedikit sedekah, dan menurutku kalian lebih berhak menerima sedekahku ini daripada orang lain." Kemudian Rasul pun berkata pada para sahabatnya agar memakan sedekah dari Salman sedangkan ia tidak menyentuh sedikitpun sedekah tersebut. Salman bergumam dalam hati "ini adalah satu tanda kenabiannya."

Hari selanjutnya, Salman kemudian datang lagi menemui nabi dan kembali menyodorkan sesuatu dengan berkata bahwa pemberiannya kali ini adalah hadiah untuk menunjukkan rasa hormatnya kepada Rasulullah SAW. Hadiah tersebut pun diterima oleh Nabi dan dimakannya sebagian lalu sebaian lagi diberikan kepada sahabat yang lain untuk memakannya.

Pertemuan selanjutnya demi mencari tahu tanda-tanda kenabian Muhammad, Salman Al-Farisi kemudian berencana menemuinya lagi. Pada saat itu, Rasulullah SAW, mengantarkan jenazah seorang sahabat ke pekuburan Baqi'. Rasulullah SAW duduk diantara para sahabat. Datanglah Salman lalu mengucapkan salam kepada Rasulullah SAW. Tidak sabar, Salman pun langsung berputar ke belakang punggung Rasulullah SAW untuk melihat apakah ada tanda kenabian seperti yang disebutkan oleh orang shalil dari Ammuriyah.

Ketika itu Rasulullah SAW, tahu bahwa Salman sedang memastikan sesuatu, Rasulullah SAW pun melepaskan kainnya dari pundak. Salman melihat dan mengenali tanda kenabian Rasulullah SAW. Salman langsung memeluk beliau sambil menangis dan menceritakan perjalanan panjangnya dengan Rasulullah SAW, beliau takjub dengan kisah Salman dan memintanya untuk menceritakannya kepada para sahabat.

Setelah mendengarkan cerita Salman Al-Farisi, Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, "Mintalah kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikannya akan membebaskan Salman dengan tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada saudara kalian ini." Mereka pun membantu Salman dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10 pohon, masing-masing sahabat memberi pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka, sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.

Setelah terkumpul Rasulullah kembali bersabda, "Berangkatlah wahai Salman dan tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan meletakkannya di tanganku." Salman pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai ia menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam dan memberitahukan bahwa ia sudah menanam 300 pohon kurma itu. Kemudian Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam keluar menuju kebun yang telah ditanami Salman. Salman mendekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada Rasulullah pun meletakkannya di tangannya. Maka, dengan izin Allah SWT, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.

Untuk tebusan pohon kurma sudah terpenuhi, Salman masih mempunyai tanggungan uang sebesar 40 uqiyah. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan perang lalu beliau bersabda, ‘Ambillah emas ini, gunakan untuk melengkapi tebusanmu wahai Salman!’

Salman kemudian berkata, "Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam, bagaimana status emas ini bagiku ?" Rasulullah menjawab, ‘Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi kebaikan kepadanya.’ Kemudian Salman menimbang emas itu, dan demi jiwa Salman yang berada di TanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian Salman pun memenuhi tebusan yang harus diserahkan kepada majikanny, kemudian Salman Al-Farisi akhirnya merdeka.

Kemudian Salman memeluk Islam dan menjadi Muslim yang taat, tidak setengah-setengah, bahkan menjadi Muslim pejuang. Salah satu ide brilian beliau adalah saat umat Islam dalam kondisi genting dikepung pasukan sekutu. Sebagai orang Persia beliau mengusulkan agar sekeliling Kota Madinah digali untuk pertahanan melawan musuh. Ya, membuat parit. Ide spektakuler yang tidak berbesit oleh penduduk Arab. Rasulullah SAW, menjalankan ide besar tersebut. Ini terjadi dalam perang Tabuk atau juga disebut perang Khandak (perang parit). Dengan izin dan pertolongan Allah SWT dan atas ide besar tersebut umat Islam mendapatkan kemenangan gemilang tanpa perlawanan.

Kesimpulan :
  1. Hidayah itu bukan ditunggu tapi dijemput dan diusahakan.
  2. Berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menggapai kebenaran
  3. Gigih dalam memperjuangkan keimanan akan membuat segala urusan menjadi mudah
  4. Terkadang apa yang terlihat baik, belum tentu memiliki kebaikan yang hakiki
  5. Tolong menolong dalam bermasyarakat akan menciptakan kehidupan yang harmonis
  6. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah SWT. maka Allah akan berikan kemudahan disetiap langkahnya.

Demikianlah Kisah Teladan Salman Al - Farisi dalam menjemput hidayah, semoga bisa menjadi pelajaran buat kita semua.


Sumber Rujukan:
https://kisahmuslim.com
http://akurohis.blogspot.com


Post a Comment for "Kisah Teladan Salman Al-Farisi Dalam Menjemput Hidayah"